oleh : Arif Setiawan
| foto bersama dengan peneliti peneliti dari Guizhou Academy of Science | 
6 Agustus 2025 Guiyang, ibukota Provinsi Guizhou—sebuah kota yang menantang stereotip tentang wilayah pegunungan China. Di sini, gedung-gedung pencakar langit menjulang seolah ingin menyentuh awan, membentuk siluet modern yang kontras dengan lanskap lembah dan bukit yang mengelilinginya. Jalanan padat oleh arus kendaraan dan manusia, denyut ekonomi terasa nyata di setiap sudut: dari pusat perbelanjaan yang gemerlap hingga warung kecil yang tak pernah sepi.
Saya berkunjung
ke kota ini karena undangan dari Kefeng Niu, salah satu primatologist yang
telah lama saya kenal sejak tahun 2011, dari sebuah kursus di Singapura. Kefeng
adalah peneliti Guizhou Snub Nosed monkey - Rhinopithecus brelichi, monyet
endemik Gunung Fanjing. 
Beberapa hari sebelum saya sampai di  Guiyang, telah mengunjungi breeding center
monyet Guizhou yang terletak di kaki gunung Fanjing.  Ada 3 species snub nosed monkey di China, dan
Guizhou snub nosed monkey adalah yang paling sedikit, Populasinya ada sekitar
400-700 individu, bahkan IUCN redlist sudah Critically Endangered, ada 200
individu populasi dewasa . oleh karena itu saat ini sudah di bangun breeding
center pusat penangkaran, untuk mascot Guizhou ini. Pusat penelitian dan  penangkaran ini didirikan pada tahun 1993,
dimulai dengan tujuh individu liar yang ditangkap sebagai pendiri koloni.
Langkah ini diambil karena populasi liar sangat kecil dan terfragmentasi,
sehingga diperlukan strategi konservasi eks-situ untuk mencegah kepunahan.
Sejak 1995, program ini mulai menunjukkan keberhasilan dengan kelahiran
individu baru setiap tahun, menandai awal dari pengelolaan populasi captive
yang lebih sistematis. 
![]()  | 
| monyet hidung pesek Guizhou- Rhinopithecus brelichi | 
Perjalanan kurang lebih 1.5 jam, dari hotel di kota Jiangkou, menuju lokasi penangkaran, tepat berada di Lembah yang di kelilingi gunung, yang berhutan cukup rapat, dan mengalir air yang sangat jernih, di pintu gerbang penangkaran sudah menunggu teman-teman Kefeng yang dulu membantu penelitiannya, dan kini menjadi staff di penangkaran ini. Kami langsung melihat ke dalam lokasi, meskipun di penangkaran karena ini pertama kali melihatnya, impressi ya sekilas nampak lebih besar dari pada lutung paling besar di jawa yang pernah saya lihat, warna wajah biru pucat dengan rona merah muda, dan hidung peseknya sangat unik. Proporsi kaki nampak lebih besar dan panjang disbanding ukuran tubuhnya, dan ekornya yang panjang dan bulat panjang menjuntai sepertinya lebih panjang daripada ukuran kakinya. ranbut putih di kedua ujung telinga dan memiliki kuncir rambut warna cream keputihan, unik sekali. !
![]()  | 
| telinga putih dan kuncir rambut monyet Guizhou | 
![]()  | 
| monyet guizhou remaja | 
Nampak ada 1 individu jantan yang terlihat pertama kali ketika sampai di breeding ceter dengan pendamping dari staf penangkaran , 2 betina, serta 1 anak usia remaja, menurut Kefeng ada 7 individu total di penangkaran ini. Fasilitas ini tidak terbuka untuk wisata pada umumnya, namun untuk kepentingan konservasi, dan peneliti dapat berkunjung ke lokasi penangkaran.
Snub nosed, kalau di terjemahkan hidung pesek,  monyet ini masih satu keluarga dengan lutung dan rekrekan kalau di jawa, ya itulah
monyet guizhou yang nampak  terlihat
lubang  tanpa batang hidung di wajah,
terlihat aneh. Tentu saja ini
terkait dengan evolusi adaptasi terhadap udara dingin dan kering di pegunungan.
Bulu yang panjang dan tebal juga menunjukkan adaptasi terhadap suhu dingin.
| Pemandangan habitat monyet Guizhou dari kereta gantung | 
Setelah melihat
Guizhou snub nosed monkey di penangkaran, Kami menuju pintu masuk untuk
trekking ke G.Fanjing. yang juga menjadi habitat alami Guizhou snub nosed
monkey, kawasan ini merupakan nature reserve salah satu situs UNESCO heritage
site, dan menjadi tujuan wisata paling populer di provinsi Guizhou,   dengan menggunakan Kereta Gantung. Dibangun
dengan teknologi ramah lingkungan dan desain yang menyatu dengan kontur alam,
infrastruktur ini membuka akses ke kawasan konservasi yang sebelumnya hanya
bisa dijangkau oleh peneliti dan pendaki. Kereta gantung ini menjadi simbol
harmoni antara pembangunan dan pelestarian, bagian dari strategi ekowisata
Tiongkok yang menggabungkan konservasi spesies langka dengan pengalaman wisata
berkelas dunia. Di stasiun akhir, pengunjung dapat mengakses pusat edukasi,
jalur interpretatif, dan observatorium primata yang dirancang untuk
mempertemukan sains alam,  sejarah
geologi, budaya, dan rasa kagum. 
| dengan Kefeng di puncak gunung Fanjing di depan Mushroom rock yang melegenda | 
| diplomasi kopi , dengan owner San Men Coffee-Guiyang | 
Di Kota Guiyang, sempat berkunjung ke beberapa kedai kopi, ada kurang lebih 3000 cafe shop di sini, menurut flyers yang saya temukan di salah satu cafe shop. Salah satu yang saya kunjungi adalah San Men coffee, saya temukan dari search online , dan beruntung sekali owner nya adalah baristanya. Kami ngobrol banyak tentang bisnis kopi di Guiyang, dan karakter peminum kopi disini, menurutnya, kalau cuaca panas seperti sekarang ini, sajian cold brew dan kopi susu banyak diminati, dan biasanya pesan antar atau online lebih banyak daripada yang minum di kedai. Kedai kecil ukuran 2x 5 meter, namun terlihat sangat ramai,beberapa koleksi biji kopi di pajang di depan, ada dari sumatera . Dan yang lainnya dari Amerika Selatan dan Afrika.sehari bisa mencapai 150-300 cups katanya.
| pemberian buku Burung China oleh Prof. Zhonrong Wu | 
| saya memberikan Kopi owa untuk Prof. Man Liu | 
Guiyang adalah kota yang sedang tumbuh, tapi tidak lupa akar. Ia membangun masa depan dengan tetap merawat warisan. Di kampus-kampus dan pusat inovasi, generasi muda merancang solusi berbasis lokal.
Di kawasan hijau
yang masih luas, alam tetap menjadi guru dan pelindung. Saya mendapat
undangan di salah satu pusat pengembangan ilmu pengetahuan di provinsi ini,
Guiyang Academi of Science.  Kesempatan
ini muncul karena Kefeng Niu, bekerja di Lembaga ini, Presentasi di Guiyang
Academy Of Science, kesempatan memperkenalkan Owa jawa dan proyek konservasi
ada disini, Kefeng telah mengatur semua dan kami selepas makan siang menuju
Guiyang academy of Science, disana kami telah di tunggu oleh Profesor Man Liu, dan
Profesor  Zhongrong beliau adalah ahli
serangga, dan ahli burung. Ruangan presentasi telah disediakan dan peserta yang
hadir adalah peneliti-peneliti di lembaga ini adalah sperti BRIN kalau di
Indonesia. Saya mempresentasikan proyek KOPI dan Konservasi Primata dalam
Bahasa inggris, dan Kefeng saya harus berterimakasih kepadanya, karena dia membantu
menerjemahkan dalam Bahasa China. Presentasi
berjalan lancar, dan mendapat apresiasi banyak pertanyaan dari yang hadir. Setelah
presentasi saya di ajak ke ruangan Prof, Man Liu,  saya mendapat kenang kenangan awetan serangga,
yang katanya ini jenis yang langka, dan mecapai kondisi dewasa sperti dalam
bingkai ini dalam waktu 2 tahun, saya sempat memberikan Kopi Owa kepada beliau.
Kemudian Prof Zhongron
Wu, yang peneliti burung, memberi saya buku hasil penelitiannya tentang
jenis-jenis burung , buku setebal halaman itu menjadi Istimewa karena di berikan
dan ditandatangani langsung oleh penulisnya. 
![]()  | 
| Macaca mulata, monyet ekor sedang | 
![]()  | 
| Monyet ekor pendek - Macaca thibetana | 
Setelah presentasi di Guizhou Academy of Science, Kefeng mengajak saya ke taman kota.., tapi suasana sangat penuh sesak, liburan musim panas ini membuat kota Guiyang penuh manusia !!, sebenarnya kami ingin melihat satu jenis monyet yang semi liar di sini, yaitu Rhesus Macaque ( Macaca mulata). Jenis ketiga monyet di china bagian selatan-barat. Ditengah padatnya pengunjung sangat susah mengamati sekitar, yang sbenarnya ini seperti taman, tapi sangat luas dan sperti hutan , kemudian ada kelompok monyet yang menimbulkan keributan karena mengambil makanan yang di bawa oleh pengunjung, ya itulah lifer saya juga Macaca mulata, cirinya hampir sama dengan macaca pada umumnya tapi ekornya tidak sepanjang monyet fascicularis, dan lebih panjang daripada ekornya Tibetan macaque. Itu saja foto-foto tidak banyak karena semakin banyak orang lalulalang lewat dan tidak bisa fokus untuk mengamati atau mengikuti pergerakan monyet. Kefeng mengajak kami keluar, dia bilang sebagai orang china juga baru melihat orang sebanyak ini di taman kota.
Hari itu, bersama
kefeng di akhiri dengan makan malam dengan kolega dan pejabat pemerintah , yang
sendang merancang sebuah proyek penelitian dan konservasi bersama. Saya hanya
ikut makan saja, tidak mengerti apa yang dibicarakan. Tapi pengalaman berbeda
dengan kolega-kolega baru di china, social dinner yang menyenangkan dan
mengenyangkan.
7 Agustus 2025, Petualangan
di China selesai, saya berangkat kembali ke Jakarta, dan hampir saja pesawat
ketinggalan, karena tiba-tiba jadwal di rubah,dibatalkan  dan mendadak saya harus ganti pesawat, dan
untungnya masih ada kursi tersisa, karena saya harus transit di Sensen, jadi
ada pesawat lanjutan yang harus ke jakarta, bisa juga saya ketinggalan karena
perubahan ini. Sampai di Zensen pesawat sudah pas dengan jadwal peswat
berikutnya, saya berlari-lari di imigrasi dan sangat terbantu di arahkan oleh
petungas. Akhirnya jam saya sudah di dalam pesawat menuju Jakarta. Selamat
tinggal Guizhou. Xie-Xie.
































